
LENSAINFORMAN.COM, Sarolangun – Kondisi infrastruktur jalan di Kabupaten Sarolangun semakin memprihatinkan. Hampir seluruh akses jalan, baik di pusat kota maupun pelosok desa, mengalami kerusakan parah. Ironisnya, setiap tahun pemerintah daerah menggelontorkan dana miliaran rupiah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan dan perbaikan jalan.
Namun, hasil proyek-proyek tersebut hanya bisa dirasakan masyarakat dalam waktu singkat—sekitar tiga hingga enam bulan—sebelum kembali rusak. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait mutu pekerjaan dan lemahnya pengawasan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sarolangun.
Ketua DPD TOPAN-RI Sarolangun Budiman menilai lemahnya pengawasan serta dugaan pengerjaan asal-asalan menjadi akar persoalan rusaknya infrastruktur. Ia juga menyoroti adanya indikasi kuat bahwa proyek-proyek tersebut dijadikan ladang bancakan oleh oknum tertentu.
“Setiap tahun anggaran miliaran rupiah digelontorkan, tapi kualitas jalan tidak pernah bertahan lama. Ini bukti nyata pekerjaan dilakukan tidak sesuai spesifikasi teknis, dan pengawasan dari dinas terkait sangat lemah,” ujar Budiman.
Lebih lanjut, pihaknya mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam membangun Sarolangun yang berdaya saing. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka Sarolangun akan semakin tertinggal dari kabupaten tetangga yang infrastrukturnya jauh lebih baik.
TOPAN-RI mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai APBD. Mereka juga meminta aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), turun tangan menyelidiki dugaan penyimpangan anggaran serta praktik korupsi berjamaah.
Kekecewaan juga dirasakan warga. Di Kecamatan Pauh, seorang warga berinisial An (33) mengungkapkan frustrasinya terhadap jalan yang hanya bertahan beberapa bulan usai diperbaiki.
“Seolah hanya seremonial untuk menghabiskan anggaran. Padahal itu uang rakyat! Kami di desa sulit menikmati jalan layak. Hanya sebentar bagus, lalu kembali rusak seperti semula,” keluhnya.
Ia menambahkan, “Apakah kalian para pemimpin tidak merasa berdosa memakan uang rakyat melalui proyek-proyek fiktif dan jalan abal-abal seperti ini?”
Desakan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan lembaga penegak hukum segera turun tangan kian menguat. Masyarakat mempertanyakan: untuk siapa sebenarnya pembangunan ini dijalankan—untuk rakyat, atau hanya untuk memperkaya segelintir pejabat?
(Yogi)