BATANG HARI, LENSAINFORMANT.COM – PT Hutan Alam Lestari (HAL) yang diduga menelantarakan lahan Hak Guna Usaha (HGU) ratusan Haktar atas pengelolaan lahan Produtif Perkebunan di wilayah Kabupaten Batang Hari akan dilaporkan ke pihak Kementerian.
Hal itu diungkapkan langsung oleh perwakilan Kelompok Tani yang tergabung dari para petani Desa Sungai Baung, KUAP dan lainnya usai melakukan pertemuan dengan pihak Kuasa Hukumnya di Muara Bulian.
Dikatakan Husin Gideon selaku eks Pekerja PT HAL pada liputan sebelumnya, Perusahan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit yang berdomisili di Desa Kubu Kandang itu telah menelantarkan sebagian besar lahan yang sudah masuk dalam HGU dengan Nomor 91 yang diterbitkan pada tanggal 30 September 2016 yang lalu dengan Luas 630,118 Haktar yang termasuk dalam Dua Kecamatan dan Tiga Desa diantaranya Desa Sungai Baung Kecamatan Muara Bulian, Desa Kubu Kandang, dan Desa Kuap Kecamatan Pemayung .
“Dari Luasan HGU 630,118 haktar tersebut masuk ke Desa Sungai Baung sebanyak kurang lebih 50 hektar, sedang kan untuk Desa Kuap sebanyak kurang lebih 350 haktar dan untuk Desa Kubu Kandang sekitar 50 hektar,artinya diduga 400 sampai 450 haktar yang belum dikerjakan untuk pembangunan kebun kelapa sawit sejak diterbitkannya HGU tanggal 30 September 2016 silam , yang berarti sampai dengan bulan Oktober 2023 ini sudah Tujuh Tahun diterlantarkan tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya”,Kata Husin pada Rabu, (25/10/2023).
Tambahnya, dirinya berharap supaya jangan timbul konflik sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan , Lahan terlantar dalam HGU PT. HAL untuk diserahkan kepada masyarakat , karena dianggap PT. HAL sudah tidak sanggup untuk membuat kebun kelapa sawit.
“Saya juga berharap untuk menghindari konflik dan klaim lahan oleh masyarakat dan perusahaan dikarenakan lahan tersebut sudah lama sekali tidak digarap atau dibangun kebun oleh pihak perusahaan , maka dengan hormat saya meminta kepada Bapak Bupati Kabupaten Batang Hari , melalui Instansi terkait dari Dinas Perkebunan , Dinas DMPTSP dan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Batang Hari agar bisa berkoordinasi untuk menginventarisir lahan terlantar tersebut. Sehingga bisa dikeluarkan dari HGU PT. HAL dan lahan tersebut bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan Masyarakat setempat”, pungkas Husin Gideon.
Sementara itu, Kuasa Hukum kelompok Tani menegasakan, sebagai Pemerintah Kabupaten Batang Hari harus tegas terhadap PT HAL terkait permesalahan lahan HGU yang tidak dipakai agar dicabutkan izin HGU nya.
“HGU adalah singkatan untuk Hak Guna Usaha. Sesuai UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Hak Guna Usaha atau HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara dalam jangka waktu tertentu. Kemudian seseorang atau badan usaha yang memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) dari pemerintah berarti diberikan izin untuk mengelola sebidang tanah dengan tujuan tertentu seperti peternakan, perikanan, dan lainnya,” pungkas nya.
Lebih jauh Kuasa hukumnya mengungkapkan, pada pasal 19 PP 2021, mereka yang berhak atas HGU adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Jika pemegang HGU tidak lagi memenuhi kedua syarat tersebut, maka ia wajib melepaskan haknya pada orang lain dalam jangka waktu 1 tahun.
“Tetapi permesalahan yang saat ini dilakukan PT HAL itu lebih parah lagi,kenapa,? karena mereka sudah diberikan Sertifikat Hak Guna Usaha untuk pemakaian lahan Negara, faktanya saat ini mereka menelantarakan lahan yang produktif, sehingga lahan tersebut bisa dikatakan llmenjadi lahan tidur. Maka daripada itu sudah seharusnya Pemerintah di Batang Hari bertindak tegas cabutkan izin HGU nya, dan berikan saja kepada para Petani yang benar-benar ingin memproduktifkan lahan ratusan haktar itu”, imbuhnya.
“Dan pastinya kami dari kuasa hukum bang Husin akan bantu semaksimal mungkin hingga permesalahan ini akan kami bahas di Kementerian juga,” tutupnya.