
LENSAINFORMAN.COM, Sarolangun – Kekecewaan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Sarolangun terhadap kebijakan penertiban pengguna badan jalan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) terus mengemuka. Kebijakan ini dinilai tidak adil karena menyangkut sumber penghidupan mereka tanpa solusi alternatif yang jelas.
Berikut beberapa alasan mengapa UMKM merasa kecewa dan alasan pemerintah melakukan penggusuran:
Kekecewaan UMKM:
- Tidak Ada Solusi Alternatif yang Jelas;
Banyak pedagang merasa tidak diberi pilihan lokasi pengganti yang layak setelah digusur. - Usaha Sudah Lama Berdiri;
Sebagian pelaku UMKM telah berdagang bertahun-tahun di lokasi tersebut dan merasa memiliki hak moral. - Dampak Ekonomi Langsung;
Penggusuran menyebabkan mereka kehilangan pemasukan harian secara tiba-tiba. - Kurangnya Sosialisasi;
Penertiban sering dilakukan tanpa pemberitahuan yang memadai atau dialog yang konstruktif.
Kedati demikian, menurut pihak Pemda dan Satpol PP, penertiban dilakukan dengan dasar hukum yang jelas, antara lain.
.Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
- Pasal 28 Ayat (1): Larangan melakukan perbuatan yang mengganggu fungsi jalan.
- Pasal 38: Jalan harus bebas dari hambatan yang mengancam keselamatan dan kelancaran lalu lintas.
Peraturan Daerah (Perda) Sarolangun;
- Mengatur larangan membangun di badan jalan, trotoar, drainase, dan Ruang Milik Jalan (Rumija).
- 3.UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
- Pasal 61: Setiap orang wajib menaati rencana tata ruang, termasuk tidak membangun di area terlarang.
Bangunan dianggap ilegal karena:
- Berdiri di atas tanah negara atau ruang publik.
- Mengganggu fungsi jalan, keselamatan pengguna jalan, dan drainase.
Sementara itu, Arman, salah satu pelaku UMKM, menyampaikan beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan Pemda:
- Dialog antara UMKM dan Pemerintah Daerah untuk mencari solusi bersama.
- Penyediaan lokasi relokasi yang strategis dan layak.
- Program bantuan transisi, seperti modal usaha, pelatihan digital marketing, atau legalisasi bagi pedagang yang telah lama beroperasi.
“Pemerintah wajib menertibkan dengan cara manusiawi dan adil, bukan hanya menargetkan UMKM kecil sementara pelanggaran besar dibiarkan,” tegas Arman, Kamis (17/4).
Ia (red Arman) juga mempertanyakan konsistensi penegakan aturan:
“Jika mengacu pada Perda Kabupaten Sarolangun No. 3 Tahun 2007, lebar jalur lalu lintas harus 5 meter dengan bahu jalan 2 meter. Bangunan di Jalan Arteri yang melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSMB) minimal 20 meter juga harus ditertibkan. Bagaimana dengan IMB mereka?”
” Kmi berharap Pemda diharapkan tidak hanya tegas terhadap UMKM kecil, tetapi juga konsisten menertibkan semua pelanggaran, termasuk bangunan besar yang melanggar aturan,” pungkasnya.
(Yogi**)