LENSAINFORMANT.COM, BUNGO – Gerakan Terpadu Anti Korupsi (Gertak) Provinsi Jambi mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Bungo, Muhammad Hasbi, S.P., M.Si., pada Senin, 16 Desember 2024.
Surat tersebut berisi permohonan data terkait penyaluran bibit sawit dan pupuk subsidi Kabupaten Bungo untuk Tahun Anggaran 2022. Permohonan ini diajukan sebagai bentuk keterbukaan informasi publik, di mana Gertak berperan dalam mendorong pengawasan dan pencegahan tindak pidana korupsi.
Menanggapi permohonan ini, salah satu staf Dinas TPHP Bungo, Haki, menyampaikan bahwa surat akan diterima dan diagendakan lebih lanjut. “Surat ini kami terima dulu, Bang. Nanti akan diagendakan, karena petugas penerima surat kami sedang tidak masuk hari ini,” ujar Haki.
Langkah Gertak menyurati Dinas TPHP berawal dari adanya indikasi penyimpangan dalam penyaluran pupuk subsidi tahun anggaran 2022. Salah satu pengecer pupuk subsidi di Kabupaten Bungo telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bungo, khususnya di Kecamatan Batin 2 Babeko. Kasus ini memicu perhatian publik karena adanya dugaan ketimpangan dalam penanganan hukum.
Ketimpangan dalam Penanganan Hukum
Pada 13 Desember 2024, informasi dari masyarakat menyebut bahwa Kejari Bungo telah memeriksa pengecer pupuk subsidi di Kecamatan Jujuhan dan Pelepat Ilir. Namun, hingga kini, proses hukum terhadap mereka belum dilanjutkan. Hal ini memunculkan dugaan adanya perlakuan istimewa terhadap pihak-pihak tertentu yang memiliki kedekatan dengan oknum pejabat di BUMD dan pemerintahan Kabupaten Bungo.
Sebaliknya, kasus di Kecamatan Muko-Muko Bathin VII menunjukkan perlakuan yang berbeda. Pengecer M. Johan dijadikan tersangka dan diadili seorang diri, sementara petugas verval di wilayah tersebut tidak diproses. Namun, dalam kasus di Kecamatan Batin 2 Babeko, pengecer SS dijadikan tersangka bersama dua petugas verval yang juga ikut bertanggung jawab. Perbedaan ini memunculkan kecurigaan masyarakat akan adanya perlindungan terhadap pihak tertentu.
Dugaan Keterlibatan Pejabat dan Data Tidak Valid
Masyarakat menduga perlindungan tersebut terkait hubungan personal antara pengecer dan oknum pejabat yang berpengaruh. Dugaan ini diperkuat dengan lambannya langkah hukum terhadap pengecer di Kecamatan Jujuhan dan Pelepat Ilir, meski indikasi pelanggaran sudah jelas.
Selain itu, kasus ini juga mengungkap penggunaan data petani yang tidak valid oleh petugas verval. Namun, hingga kini, Kejari Bungo belum menelusuri sumber data tersebut, apakah berasal dari desa, dinas, atau pihak lain. Kejari Bungo dianggap hanya menindak pihak yang lemah dalam rantai distribusi, tanpa menyentuh akar masalah atau aktor intelektual.
Kritik Aktivis Anti-Korupsi
Abdurrahman, salah satu aktivis anti-korupsi, menilai Kejari Bungo tidak berani menindak pihak-pihak besar yang terlibat. “Kejari Bungo ini kalau di depan pengecer dan pegawai verval seperti singa, tapi kalau di hadapan oknum BUMD dan dinas seperti kucing manis,” sindirnya.
Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap keberanian aparat penegak hukum. Publik berharap Kejari Bungo dapat bertindak adil, transparan, dan tegas terhadap semua pihak yang terlibat, tanpa memandang latar belakang atau hubungan kekuasaan mereka.