LENSAINFORMANT, REDAKSI – Jurnalisme independen adalah kegiatan jurnalisme yang dalam proses peliputan dan penulisan beritanya tidak melakukan keberpihakan kepada kelompok atau golongan tertentu. Pemberitaan media cenderung cover both side (dua sisi) dan mengakomodir pernyataan kedua kelompok yang berbeda. Sehingga masyarakat mendapat informasi yang benar dan tidak diarahkan untuk membentuk sentimen tertentu.
Jurnalisme partisan sebaliknya, dalam praktiknya mengedepankan kepentingan kelompok yang dibelanya, tanpa dilandasi konsep kerja jurnalistik berdasarkan fakta dan makna. Dalam jurnalisme partisan, sedikit kesalahan kelompok yang tidak sepaham akan diberitakan dengan bombastis. Sedangkan kesalahan besar pada kelompoknya akan ditutup-tutupi. Sehingga muncul sentimen tertentu dan bisa memicu konflik.
Sudibyo (2006) mengungkapkan bahwa media dipandang sebagai instrumen ideologi, melalui mana satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya kepada kelompok lain. Media bukanlah ranah yang netral di mana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapat perlakukan yang seimbang. Media justru bisa menjadi subjek yang mengkonstruksi realitas berdasarkan penafsiran dan definisinya sendiri untuk disebarkan kepada khalayak. Media berperan dalam mendefinisikan ralitas. Kelompok dan ideologi dominanlah yang biasanya lebh berperan dalam hal ini
Dalam hal ini, ada dua peran yang dimainkan media. Pertama, media adalah sumber dari kekuasaan hegemonik, di mana kesadaran khalayak dikuasai. Kedua, media juga bisa jadi sumber legitimasi, di mana lewat media mereka berkuasa dapat memupuk kekuasaannya agar tampak absah dan benar.
Dalam jurnalisme partisan, persoalannya adalah pemberitaan yang bombastis dan vulgar di satu sisi, serta keberpihakan kepada kelompok tertentu di satu sisi justru menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi penyelesaian masalah. Pemberitaan dibac khalayak luas, dan sebagian besar biasanya khalayak memahaminya sebagai kebenaran.
Di sini yang perlu dihindari, pemberitaan media yang menyebarluaskan semangat kebencian antaragama, antarsuku, antarkelompok, antargolongan, antarpartai dan sebagainya, kepada khalayak luas. Sebab pemberitaan yang partisan berpotensi menebar virus permusuhan, dendam, sentimen golongan. Karena ditumbulkan oleh efek pemberitaan yang bombastis dan memihak.
Mengenai pers partisan ini, Hutabarat (Kippas, 2003) mengemukakan Era reformasi melahirkan sekurang-kurangnya dua perubahan penting, yaitu kehebasan berpartai politik dan kebebasan pers. Anak kandung dari kedua kebebasan itu adalah pers partisan. Jadi partai boleh berdiri dan partai boleh menerbitkan pers.
Lalu apa yang salah dengan pers partisan? Apakah pers partisan merupakan dilema bagi kebehasan pers? Jawabannya tidak sederhana. Sebab berhubungan dengan kebebasan yang lain, yang disebut pasar bebas, dimana masyarakat bebas untuk membeli atau tidak mernbeli pers partisan itu.
Sumber: https://ajikotamandar.or.id/2017/01/06/jurnalisme-independen-vs-jurnalisme-partisan/